TUGAS TULISAN
Teori organisasi umum 2
2KA25
2012-2013
Sosial
(pengangguran,jumlah penduduk,pendidikan) terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional
NAMA
KELOMPOK :
§ MUHAMAD IQBAL GUSTIANDI
(14110586)
§ INDRA SAPUTRA ( 13110526 )
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah
melimpahkan karunia dan nikmat bagi umat-Nya. Alhamdulilaah Makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah ” Teori
Organisasi Umum 2” .karena
terbatasnya ilmu yang dimiliki oleh penulis maka Makalah ini jauh dari sempurna
untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Tidak lupa penulis sampaikan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah turut membantu
dalam penyusunan Makalah ini. Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin
Akhirnya penulis berharap semoga
Makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
................,.........................
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar
Belakang..............................................................................
B Permasalahan ...............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
I.
Sosial
a)
Pengangguran,jumlah penduduk.pendidikan (terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional)..............................................
BAB III KESIMPULAN.........................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Disetiap Negara-negara besar banyak sekali masalah-masalah yang harus
dihadapi dari padatnya jumlah penduduk dalam negara tersebut, angka
pengangguran yang tinggi karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil
serta pendidikan yang tidak merata dengan anggaran-anggran yang mencapai nilai
sangat fantastik.
B . Permasalahan
1. Bagaimana
kesimpulan untuk mencegah peningkatan jumlah penduduk.?
2. Strategi apa
yang harus dilakukan untuk membuat angka pengangguran berkurang.?
3. Apakah peran
dalam pendidikan sangat berpengaruh terhadap angka pengangguran.?
BAB II
PEMBAHASAN
PENGANGGURAN
Penduduk dalam usia kerja disebut sebagai tenaga
kerja. Tenaga kerja terbagi menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja
(Dumairy,1996). Angkatan kerja ialah tenaga kerja yang bekerja, atau mempunyai
pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari
pekerjaan. Bukan angkatan kerja ialah tenaga kerja yang tidak bekerja, tidak
mempunyai pekerjaan, dan sedang tidak mencari pekerjaan; yakni orang—orang yang
kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga, serta
menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya
(pensiunan, penderita cacat yang dependen). Angkatan kerja dibedakan ke dalam
dua subkelompok, yaitu pekerja dan penganggur. Pekerja ialah orang-orang yang
mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk
sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Penganggur ialah orang-orang
yang tidak mempunyai pekerjaan. Tingkat penganggur diukur sebagai suatu
presentase dari angkatan kerja total yang tidak mempunyai pekerjaan terhadap
seluruh angkatan kerja.
PERTUMBUHAN EKONOMI
Output atau pendapatan nasional merupakan ukuran
paling komprehensif dari tingkat aktivitas ekonomi suatu Negara (Lipsey,
Courant, Purvis dan Steiner, 1996). Salah satu ukuran yang lazim digunakan
untuk output adalah produk domestic bruto (PDB). PDB dapat dilihat sebagai
perekonomian total dari setiap orang di dalam perekonomian atau sebagai
pengeluaran total pada output barang dan jasa perekonomian (Mankiw,2000).
Output ini dinyatakan dalam satuan mata uang (rupiah) sebagai jumlah dari total
keluaran barang dan jasa dikalikan dengan harga per unitnya. Jumlah total
tersebut sering disebut sebagai output nominal, yang dapat berubah karena
perubahan baik jumlah fisik maupun perubahan harga terhadap periode dasarnya.
Untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tersebut karena perubahan fisik saja,
maka nilai output diukur tidak pada harga sekarang tetapi pada harga yang berlaku
pada periode dasar yang dipilih. Jumlah total ini disebut sebagai output riil.
Perubahan persentase dari output riil disebut sebagai pertumbuhan ekonomi.
Tingkat Pengangguran di Indonesia
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat
Pengangguran Indonesia
Tahun
|
Pertumbuhan Ekonomi (%)
|
Tingkat Pengangguran (%)
|
2004
|
5.13
|
10.14
|
2005
|
5.60
|
10.30
|
2006
|
5.50
|
10.40
|
2007
|
6.30
|
9.75
|
2008
|
6.10
|
8.39
|
Sumber ; BPS
Ekonom Dorodjatun Kontjoro-Jakti memperkirakan bahwa,
jumlah angkatan kerja sebanyak 2.5 juta yang muncul setiap tahun tidak akan
terserap bahkan dalam jumlah separuhnya dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 3
persen (Pikiran Rakyat, 2003). Minimal pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen
untuk menyerap angkatan kerja baru tersebut, menurut Djorodjatun. Kepala Badan
Pusat Statistik (BPS) Choiril Maksum memperkirakan, setiap pertumbuhan PDB
sebesar 1 persen dapat menambah jumlah pekerja sekitar 400.000 orang (Suara
Karya,2006). Pada Tahun 2008, jumlah angkatan kerja baru sebanyak 1,54 juta
orang (BPS,2008). Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1 persen pada tahun 2008
seharusnya mampu menyerap angkatan kerja baru berdasarkan perhitungan
Dorodjatun dan Choiril. Ternyata, jika asumsi Dorodjatun dan Choiril dianggap
benar dan seluruh angkatan kerja baru pada tahun 2008 menjadi pekerja, tingkat
pengangguran tahun 2008 hanya menurun kurang dari 1 persen dari tahun 2007.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2008
mencapai 111,48 juta orang, bertambah 1,54 juta orang dibanding jumlah angkatan
kerja Agustus 2007 sebesar 109,94 juta orang atau bertambah 3,35 juta orang
dibanding Februari 2007 sebesar 108,13 juta orang.
Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada
Februari 2008 mencapai 102,05 juta orang, bertambah 2,12 juta orang jika
dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2007 sebesar 99,93 juta orang, atau
bertambah 4,47 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007
sebesar 97,58 juta orang.
Jumlah penganggur pada Februari 2008 mengalami
penurunan sebesar 584 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2007 yaitu
dari 10,01 juta orang pada Agustus 2007 menjadi 9,43 juta orang pada Februari
2008, dan mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang jika dibandingkan dengan
keadaan Februari 2007 sebesar 10,55 juta orang.
Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada
Februari 2008 mencapai 8,46 persen, mengalami penurunan dibandingkan keadaan
Agustus 2007 yang besarnya 9,11 persen, demikian juga terhadap keadaan Februari
2007 yang besarnya 9,75 persen.
Situasi ketenagakerjaan pada bulan Februari 2008,
hampir di seluruh sektor mengalami peningkatan jumlah pekerja jika dibandingkan
dengan keadaan Februari 2007. Sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja
tertinggi berturut-turut yaitu: sektor jasa kemasyarakatan naik 1,82 juta orang
serta sektor perdagangan naik 1,26 juta orang.
Dari sisi gender, partisipasi perempuan dalam lapangan
kerja meningkat signifikan. Selama Februari 2007-Februari 2008, jumlah pekerja
perempuan bertambah 3,26 juta orang dan laki-laki hanya bertambah 1,21 juta
orang. Kenaikan pekerja perempuan terbesar terjadi di sektor perdagangan yaitu
1,51 juta orang dan sektor pertanian sebesar 740 ribu orang.
BPS melakukan survei setiap Februari dan Agustus per
tahun, dari hasil survei diketahui sumber pengangguran dari lulusan SMK sebesar
17,26 persen, lulusan SMA 14,31 persen, lulusan Universitas 12,59 persen,
lulusan Diploma 11,21 persen, lulusan SMP 9,39 persen, lulusan SD dan tidak
sekolah 35,24 persen.
Faktor Penyebab
Pengangguran
Pertama: Faktor Pribadi
Dalam hal ini penyebab pengangguran bisa disebabkan
oleh kemalasan, cacat/udzur dan rendahnya pendidikan dan ketrampilan.
Penjelasannya sebagai berikut :
1. Faktor kemalasan
Pengangguran yang berasal dari kemalasan individu
sebenarnya sedikit. Namun, dalam sistem materialis dan politik sekularis,
banyak yang mendorong masyarat menjadi malas, seperti sistem penggajian yang
tidak layak atau maraknya perjudian. Banyak orang yang miskin menjadi malas
bekerja karena berharap kaya mendadak dengan jalan menang judi atau undian.
Mereka juga cenderung malas untuk mencari informasi mengenai lowongan
pekerjaan.
2. Faktor cacat /uzur
Dalam sistem kapitalis hukum yang diterapkan adalah
‘hukum rimba’. Karena itu, tidak ada tempat bagi mereka yang cacat/uzur untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak.
3. Faktor rendahnya pendidikan dan keterampilan
Saat ini sekitar 44,63 persen tenaga kerja Indonesia
adalah mereka yang berpendidikan rendah, yaitu SD dan SMP. Dampak dari
rendahnya pendidikan ini adalah rendahnya keterampilan yang mereka miliki.
Belum lagi sistem pendidikan Indonesia yang tidak fokus pada persoalan praktis
yang dibutuhkan dalam kehidupan dan dunia kerja. Pada akhirnya mereka menjadi
pengangguran intelek.
Kedua: faktor sistem sosial dan ekonomi
Faktor ini merupakan penyebab utama meningkatnya pengangguran
di Indonesia, di antaranya:
a. Ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan
kebutuhan
Tahun 2009 diperkiraan akan muncul pencari tenaga
kerja baru sekitar 1,8 juta orang, sedangkan yang bisa ditampung
saat ini dalam sektor formal hanya 29%. Sisanya di sektor informal atau menjadi
pengangguran.
b. Kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada
rakyat
Banyak kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak kepada
rakyat dan menimbulkan pengangguran baru, Menurut Menakertrans, kenaikan BBM
kemarin telah menambah pengangguran sekitar 1 juta orang.
Kebijakan Pemerintah yang lebih menekankan pada
pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan juga mengakibatkan banyak ketimpangan dan
pengangguran. Banyaknya pembukaan industri tanpa memperhatikan dampak
lingkungan telah mengakibatkan pencemaran dan mematikan lapangan kerja yang
sudah ada. Salah satu kasus, misalnya, apa yang menimpa masyarakat Tani Baru di
Kalimantan. Tuntutan masyarakat Desa Tani Baru terhadap PT VICO untuk
menghentikan operasi seismiknya tidak mendapat tanggapan. Penghasilan tambak
mereka turun hampir 95 persen akibat pencemaran yang ditimbulkan PT VICO. Tanah
menjadi tidak subur, banyak lubang bekas pengeboran dan peledakan, serta
mengeluarkan gas alam beracun. Akibatnya, rakyat di sana menjadi orang-orang
miskin dan penganggguran.
c. Pengembangan sektor ekonomi non-real
Dalam sistem ekonomi kapitalis muncul transaksi yang
menjadikan uang sebagai komoditas yang di sebut sektor non-real, seperti bursa
efek dan saham perbankan sistem ribawi maupun asuransi. Sektor ini tumbuh
pesat. Nilai transaksinya bahkan bisa mencapai 10 kali lipat daripada sektor
real.
Pertumbuhan uang beredar yang jauh lebih cepat
daripada sektor real ini mendorong inflasi dan penggelembungan harga aset
sehingga menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor real. Akibatnya,
hal itu mendorong kebangkrutan perusahan dan PHK serta pengangguran. Inilah
penyebab utama krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang terjadi sejak tahun
1997.
Peningkatan sektor non-real juga mengakibatkan harta
beredar hanya di sekelompok orang tertentu dan tidak memilki konstribusi dalam
penyediaan lapangan pekerjaan.
d. Banyaknya tenaga kerja wanita
Partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat
signifikan. Selama Februari 2007-Februari 2008, jumlah pekerja perempuan
bertambah 3,26 juta orang dan laki-laki hanya bertambah 1,21 juta orang.
Kenaikan pekerja perempuan terbesar terjadi di sektor perdagangan yaitu 1,51
juta orang dan sektor pertanian sebesar 740 ribu orang.
Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya.
Peningkatan jumlah tenaga kerja wanita ini mengakibatkan persaingan pencari
kerja antara wanita dan laki-laki. Akan tetapi, dalam sistem kapitalis, untuk
efesiensi biaya biasanya yang diutamakan adalah wanita karena mereka mudah
diatur dan tidak banyak menuntut, termasuk dalam masalah gaji. Kondisi ini
mengakibatkan banyaknya pengangguran di pihak laki-laki.
PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN EKONOMI
Pertumbuhan
penduduk Indonesia yang semakin hari menunjukkan,perkembangan yang pesat telah
melahirkan berbagai macam persoalan di Negara ini. Perkembangan penduduk di
Indonesia menyebabkan banyaknya konflik, dimana inti dari permasalahan itu
adalah kuantitas yang terus bertambah yang tidak diikuti oleh sumber daya
manusia yang mendukung. Hal ini menyangkut aspek ekonomi politik sosial bahkan
budaya. Dari segi aspek sosial, menurut persepsi saya, setelah mendengar dan
menyaksikan dari berita, browsing di internet, dan membaca dari surat kabar
atau Koran harian, ternyata aspek sosia lah yang paling besar mendapatkan
dampak dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meledak. Hal ini di
sebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk tanpa di ikuti dengan kualitas dan
kuntitas yang di miliki oleh sumber daya manusia. Berikut sebuah pernyataan
yang saya baca dari Koran harian seputar Indonesia tentang masalah KB, “dengan
klinik kesejahteraan keluarga, pelayanan yang diberikan bukan hanya pelayanan
kontrasepsi melainkan juga konsultasi menyangkut seluruh masalah dasar ibu,
anak, gizi, dan terutama tentang pentingnya program KB dan dampak ledakan
penduduk”. Dari kutipan tersebut kita dapat melihat betapa sesungguhnya dampak
dari pertumbuhan penduduk yang semakin luar biasa akan menimbulkan banyak
sekali konflik dalam ranah kehidupan sosial, seperti kendala yang dihadapi oleh
badan kesejahteraan keluarga berencana (BKKBN) tersebut. Bukan hanya itu saja
pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap perkembangan sosial juga menyebabkan
terjadinya migrasi penduduk. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu
tempat ke tempat lain dengan melewati batas negara atau batas administrasi
dengan tujuan untuk menetap.
1. Piramida Penduduk Komposisi
penduduk
menurut umur dan jenis kelamin dapat ditampilkan dalam bentuk grafik yang
disebut piramida penduduk.
a.
Bentuk-bentuk Piramida Penduduk Bentuk piramida penduduk dibadakan menjadi tiga
macam yaitu :
1.
Bentuk Limas (Expansive) atau disebut piramida penduduk muda, menunjukkan
jumlah penduduk usia muda lebih banyak dari pada usia dewasa maupun tua,
sehingga pertumbuhan penduduk sangat tinggi, contohnya: Indonesia, Filipina,
Mesir, Nigeria, Brazil.
2.
Bentuk Granat (Stationer) atau disebut piramida penduduk stasioner, menunjukkan
jumlah usia muda hampir sama dengan usia dewasa, sehingga pertumbuhan penduduk
kecil sekali, contohnya: Amerika Serikat, Belanda, Norwegia, Finlandia.
3.
Bentuk Batu Nisan (Constructive) atau piramida penduduk tua, menunjukkan jumlah
penduduk usia tua lebih besar dari pada usia muda, jumlah penduduk mengalami
penurunan, contohnya: negara-negara yang baru dilanda perang. Negara-negara
berkembang pada umumnya memiliki piramida penduduk berbentuk limas, sedangkan
negara-negara maju umumnya berbentuk granat atau batu nisan.
1. Piramida Penduduk
Komposisi
penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat ditampilkan dalam bentuk grafik
yang disebut piramida penduduk. Ciri-ciri struktur penduduk pada tiap bentuk
piramida :
1. Piramida Penduduk
Expansif memiliki ciri-ciri :
• Sebagian besar berada pada
kelompok penduduk muda,
• Kelompok usia tua jumlahnya
sedikit,
• Tingkat kelahiran bayi
tinggi,
• Pertumbuhan penduduk tinggi.
2. Piramida Penduduk
Stasioner memiliki ciri-ciri :
• Penduduk pada tiap kelompok
umur hampir sama,
• Tingkat kelahiran rendah,
• Tingkat kematian rendah,
• Pertumbuhan penduduk
mendekati nol atau lambat.
3. Piramida Penduduk
Constructive memiliki ciri-ciri :
• Sebagian besar penduduk
berada kelompok usia dewasa atau tua
• Jumlah penduduk usia muda
sangat sedikit
• Tingkat kelahiran lebih
rendah dibanding dengan tingkat kematian
• Pertumbuhan penduduk terus
berkurang
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi
kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi
perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan
outputriil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan
ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi
menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.
Pertambahan penduduk berarti pertambahan tenaga kerja
serta berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang mengakibatkan kenaikan
output semakin kecil, penurunan produk rata-rata serta penurunan taraf hidup.
Sebaliknya kenaikan jumlah barang-barang kapital, kemajuan teknologi, serta
kenaikan kualitas dan keterampilan tenaga kerja cenderung mengimbangi
berlakunya hukum Pertambahan Hasil yang Berkurang. Penyebab rendahnya
pendapatan di negara-negara sedang berkembang adalah berlakunya hukum
penambahan hasil yang semakin berkurang akibat pertambahan penduduk sangat
cepat, sementara tak ada kekuatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi berupa
pertambahan kuantitas dan kualitas sumber alam, kapital, dan kemajuan
teknologi.
Sementara negara-negara miskin berpenduduk padat dan
banyak hidup pada taraf batas hidup dan mengalami kesulitan menaikkannya,
beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, negara-negara Eropa
Barat, Australia, Selandia Baru, dan Jepang menikmati taraf hidup tinggi dan
terus bertambah.
Pendidikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pendidikan
memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu
faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia sehingga upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan
rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan
ekonomi suatu Negara (daerah). Hal ini bukan saja karena pendidikan akan
berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh fertilitas masyarakat.
Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap
dalam menghadapi perubahan dan pembangunan suatu Negara.
Hampir semua negara berkembang menghadapi masalah kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya mutu pendidikan. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf yang rendah, pemerataan pendidikan
yang rendah, serta standar proses pendidikan yang relatif kurang memenuhi
syarat.
Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu pintu untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu peningkatan
kualitas sumber daya manusia mutlak harus dilakukan. Karena dengan kualitas
sumber daya manusia yang berkualitas dapat memberikan multiplier efect
terhadap pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan bidang ekonomi.
Pendidikan merupakan bentuk investasi sumber daya manusia yang harus lebih
diprioritaskan sejajar dengan investasi modal fisik karena pendidikan merupakan
investasi jangka panjang. Di mana nilai balik dari investasi pendidikan (return
on investment = ROI) tidak dapat langsung dinikmati oleh investor saat ini,
melainkan akan dinikmati di masa yang akan datang.
Mengingat modal fisik, tenaga kerja (SDM), dan kemajuan teknologi adalah
tiga faktor pokok masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Maka
semakin besar jumlah tenaga kerja (yang berarti laju pertumbuhan penduduk
tinggi) semakin besar pendapatan nasional dan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi.
Pertanyaannya, apakah ada pengaruh pendidikan terhadap petumbuhan ekonomi?
Bagaimana cara pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan bagaimana
kondisi atau realitas di Indonesia?
Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Menurut Prof Dr Dodi Nandika (2005),
Sekretaris Jendral Depdiknas, pada ceramahnya di depan Mahasiswa Pasca UPI
Prodi Administrasi Pendidikan, mengemukakan bahwa masalah dan tantangan yang
dihadapi dibidang pendidikan di Indonesia antara lain :
1. Tingkat pendidikan
masyarakat relatif rendah
2. Dinamika perubahan
struktur penduduk belum sepenuhnya terakomodasi dalam pembangunan pendidikan
3. Kesenjangan tingkat
pendidikan
4. Good Governance
yang belum berjalan secara optimal
5. Fasilitas pelayanan
pendidikan yang belum memadai dan merata
6. Kualitas pendidikan
relatif rendah dan belum mampu memenuhi kompetensi peserta didik
7. Pendidikan tinggi
masih menghadapi kendala dalam mengembangkan dan menciptakan IPTEK
8. Manajemen
pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien
9. Anggaran pembangunan
pendidikan belum tersedia secara memadai.
Permasalahan tersebut diatas
merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh negara berkembang termasuk
Indonesia. Peranan pendidikan bila dikaji secara ekonomi, maka akan memberikan
kontribusi terhadap peranan pemerintah dan masyarakat terhadap dampak yang
akand ialami negara Indonesia dalam jangka panjang kedepan dengan kebijakan
pembangunan pendidikan sebagai dasar pembangunan negara.
Dalam Renstra Depdiknas tahun
2005-2009, peningkatan peran pendidikan ditekankan pada upaya : 1. Perluasan
dan Pemerataan Pendidikan 2. Mutu dan Relevansi Pendidikan dan 3. Governance
dan Akuntabilitas. Ketiga program tersebut merupakan upaya untuk pembangunan
pendidikan secara merata untuk seluruh wilayah Indonesia, sehingga ketinggalan
dibindang peningkatan mutu SDM bisa ditingkatkan sehingga tidak tertinggal
dengan kemajuan diantara negara-negara Asia Pasifik.
Pengaruh Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Isu mengenai sumber daya manusia (human capital) sebagai input
pembangunan ekonomi sebenarnya telah dimunculkan oleh Adam Smith pada tahun
1776, yang mencoba menjelaskan penyebab kesejahteraan suatu negara, dengan
mengisolasi dua faktor, yaitu; 1) pentingnya skala ekonomi; dan 2) pembentukan
keahlian dan kualitas manusia. Faktor yang kedua inilah yang sampai saat ini
telah menjadi isu utama tentang pentingnya pendidikan dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana Kondisi di Indonesia?
Di Indonesia, pendidikan masih belum mendapatkan tempat yang utama sebagai
prioritas program pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah
anggaran pendidikan yang masih jauh dari amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Padahal dalam UU tersebut, telah
mengamanatkan tentang besarnya anggaran pendidikan di berbagai level
pemerintahan minimal 20%.
Anggaran pendidikan dari APBN 2006 saja baru mencapai 9% atau Rp 36,7
triliun, sedangkan pada tahun 2007 diperkirakan jumlah anggaran pendidikan baru
berkisar 11%. Rendahnya pemenuhan anggaran pendidikan dapat mengakibatkan mutu
pendidikan dan perluasan akses pendidikan menjadi terhambat. Akibatnya
peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan teknologi juga terpasung.
Indikasi lain yang perlu menjadi perhatian lebih untuk menjadikan
pendidikan sebagai basis perubahan dalam meningkatkan pembangunan, khususnya
pembangunan ekonomi adalah tingkat melek huruf dan angka partisipasi
pendidikan. Berdasarkan laporan dari Dirjen PLS tentang tingkat pemberantasan
buta aksara secara nasional di Indonesia telah mengalami penurunan tahun 2006
hingga menjadi sekitar 13 juta orang yang masih buta huruf.
Jumlah tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2004 yang berjumlah
15,4 juta orang, dan menurun menjadi 14,6 juta orang pada tahun 2005. Jika
dilihat persentase selama 2004 s/d 2006 telah terjadi penurunan 16,15%. Bahkan
menurut Ace Suryadi (2006) diharapkan pada tahun 2015 pemberantasan buta aksara
sudah bisa tuntas dengan asumsi pengurangan setiap tahun 1,6 juta orang.
Sementara tingkat partisipasi pendidikan menurut data Susenas 2004, APS
penduduk usia 7 s/d 12 tahun meningkat dari 92,83% pada 1993 menjadi 96,775
pada 2004. Dalam rentang waktu yang sama APS penduduk usia 13 – 15 tahun
meningkat dari 68,74% menjadi 83,49%. Sedangkan APS penduduk usia 16 – 18 tahun
meningkat dari 40,23% menjadi 53,48%. Data tersebut menunjukkan adanya masalah
kesenjangan partisipasi pendidikan, sehingga pemerintah perlu meningkatkan
alokasi anggaran pendidikan agar masyarakat lebih banyak lagi yang mendapatkan
kesempatan menikmati pendidikan.
Yang jelas, kondisi di atas akan memunculkan fenomena tersendiri bagi
pengembangan sumber daya manusia di Indonesia, diantaranya kesenjangan
pendapatan, ketertinggalan pendidikan, kemiskinan, dan kemakmuran masyarakat.
Sylwester (2002) telah merekomendasikan dari hasil kajiannya yang menunjukkan
bahwa negara yang mencurahkan banyak perhatian terhadap public education
(dilihat dari persentase GNP terhadap pendidikan) mempunyai tingkat kesenjangan
yang rendah.
Akan tetapi, di Indonesia, investasi modal fisik masih dianggap sebagai
satu-satunya faktor utama dalam pengembangan dan akselerasi usaha. Untuk
memenuhi kebutuhan modal manusianya, di Indonesia cenderung mendatangkan tenaga
kerja dari luar negeri. Dalam jangka pendek cara ini mungkin ada
benarnya, karena diharapkan dapat memberikan efek multiplier terhadap
tenaga kerja di Indonesia. Namun, dalam jangka panjang tentu sangat tidak
relevan, apalagi untuk sebuah usaha berskala besar atau yang sudah
konglomerasi, akibatnya banyak tenaga kerja sendiri tersingkirkan.
Bila dilihat dari besarnya investasi di bidang riset dan
pengembangan, kondisi ini tidak lebih baik di banding China dan Singapura,
Indonesia jauh lebih kecil. Demikian juga dari besarnya investasi
pendidikan yang dilakukan di luar negeri. Singapura, yang berpenduduk
tidak sampai setengah penduduk Jakarta, mengirim mahasiswa ke AS hampir
setengah jumlah mahasiswa Indonesia di AS.
Sesuai dengan berbagai kesepakatan regional dan internasional di
bidang ekonomi, Indonesia dihadapkan dengan situasi persaingan yang amat
ketat. Dalam situasi ini, daya saing kompetitif produk/komoditi tidak
mungkin dikembangkan jika tidak diimbangi daya saing kompetitif sumberdaya
manusia. Dalam arti, mengandalkan keunggulan komparatif sumber daya
manusia yang melimpah dan murah sudah kurang relevan.
Dengan demikian, peningkatan investasi di bidang pendidikan,
penelitian dan pengembangan tidak bisa dihindarkan lagi, baik oleh
pemerintah maupun kalangan swasta. Sebenarnya, setiap tahun pemerintah
telah meningkatkan anggaran sektor pendidikan. Masalahnya, angka dan
peningkatan ini secara absolut relatif sangat kecil, sehingga masih jauh
bila dibanding negara-negara tetangga yang sangat serius dalam
pengembangan sumberdaya manusia. Persentase investasi pendidikan 20
persen dari total anggaran pemerintah harus segera dipenuhi sesuai dengan
amanat undang-undang.
Demikian juga sektor swasta, selama ini belum ada aturan yang menggariskan
berapa persen biaya pengembangan sumberdaya manusia serta penelitian dan
pengembangan dari struktur biaya perusahaan dalam industri nasional. Di
sektor perbankan sempat ada ketentuan yang menetapkan biaya pengembangan
sumberdaya manusia 5 persen dari profit. Akan tetapi, angka ini
relatif sangat kecil, karena biaya pengembangan tersebut dibebankan pada profit,
tidak sebagai beban input (Tobing, 1994).
BAB III
KESIMPULAN
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksankan rangkaian
kata dalam bentuk gerakan terkadang sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian
dalam
melalukan semua itu, peran pemerintah harus jauh lebih dalam untuk menuntaskan
angka pengangguran,jumlah penduduk yang semaikn lama membludak tampa ada
tindakan lebih lanjut dan juga sarana pendidikan yang harus ditinggkatkan untuk
menunjang agar angka pengangguran berkuran pesat, kita tidak butuh wacana dan
rencana tetapi tidakan langsung tanpa menyuruh.
DAFTAR PUSTAKA